7. Jangan Mandi Tengah Malam

30 2 0
                                    


Kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal ini dipercaya banyak orang walaupun sebagian besar para nabi lahir di era belum terciptanya sabun cair.

Waktu itu hampir jam 12 malam, Danu mandi di kamar mandi asrama. Adit pun ada di sana untuk menemaninya.

"Kenapa aku kudu nungguin kamu sih Nu?" Tanya Adit pada Danu yang sedang mandi di salah satu bilik.

"Lu lupa Dit? Di setiap film hantu, pasti ada aja hantu yang nongol waktu tokoh utamanya pergi ke kamar mandi."

"La terus?"

"Kan di setiap film hantu juga biasanya ada mas-mas Jawa yang bisa ngusirin hantunya."

"Apaan! Gak semua orang Jawa bisa ngusir setan nu!"

"Ya gak semua orang Sunda berani mandi malem sendirian juga dit!"

"Terus, kenapa kamu gak mandi di kamar mandi kamar aja?"

"Berisik. Uda malem. Orang-orang uda tidur."

"Mandi emang seribut apa sih?"

"Ribut banget loh dit. Ya itu alasannya hantu gak suka orang mandi. Berisik. Keganggu hantunya."

"Hantu itu nggak ada nu!"

"Otak lu yang gak ada!"

Adit semakin menggerutu, "Lagian kamu ngapain sih nu mandi malem-malem?"

"Gatel badan gua. Ga nyaman mau tidur."

"Lah. Tumben dirimu peduli kebersihan."

Danu menyela tidak terima. "Loh. Loh. Kalo gak ada elu, gua perawatan dit! Pake masker, lulur, bahkan sikat gigi gua!"

"Mana ada?"

"Kan gua bilang kalo gak ada elu. Ya lu gak tau lah."

Adit menggelengkan kepalanya, "Ayo ah! Udahan belum?"

"Ini kelar!" Danu berusaha membuka pintu. "loh... loh... Dit.."

"Kenapa nu?"

"Kuncinya gak bisa dibuka."

"Rusak?"

"Iya Dit! Gimana dong?"

Adit tertawa, "Hahahaha.... Udah kamu di situ aja sampe pagi."

Danu kecewa, "Wah kebangetan lu dit."

"La gimana nu. Orang yang biasa benerin kamar mandi juga baru dateng besok pagi."

"Tapi ya gak gua harus nungguin di dalem sini juga sampe besok."

"Cuma 8 jam nu."

"Cuma 8 jam emak lu! Gua udah gak ngerti lagi lah sama elu dit!"

Adit mengamati bilik itu untuk mencari cara agar sahabatnya bisa keluar. Kamar mandi itu adalah sebuah lorong panjang. Lalu di dalamnya dibuatlah bilik-bilik dari kayu setinggi 2,5 meter. Pintu setiap bilik terbuka ke dalam. Atap setiap bilik terbuka dengan jarak sekitar 0,5 meter dengan langit-langit kamar mandi. Di pintu bilik, ada celah sekitar 20cm antara pintu dan lantai.

"Nu, kan di bawah ini ada celah, kamu bisa gak lewat situ?"

"Gak mungkin cukup Dit. Perut gua gede. Gak kayak elu."

"Dicoba dulu nu!"

Danu pun berlutut. Ia berusaha mengeluarkan kepalanya lewat celah itu. Namun ia tak bisa mengeluarkan badannya. "Nyangkut di sini dit."

"Bisa nu. Dikit lagi!"

"Gak bisa dit! Tetek gua gede. Gak akan muat."

Danu memasukkan lagi kepalanya. Ia berdiri dan berkata, "Udah. Dobrak aja yuk dit."

Adit bersemangat. "Oke. Aku dobrak nu! Menjauh dari pintu!" Adit mengambil sedikit ancang-ancang, lalu mendobrak pintu itu sekuat tenaga. Tapi pintu itu tidak terbuka.

Sekali lagi Adit mengambil ancang-ancang. Kali ini ia menghela nafas, lalu mendobrak pintu itu. Namun pintu itu tidak terbuka. Bergeming pun tidak.

Danu protes, "Kog kamu lemah sih dit?"

"Lah. Itu uda paling kuat nu! Ya kamu bantuin lah. Yang butuh keluar kan kamu."

"Ya udah. Ayo kita dobrak bareng."

"Oke!"

Mereka berdua mengambil ancang-ancang, lalu Danu menghitung, "Satu... Dua... Tiga!" Mereka berdua mendorong tubuh mereka pada pintu itu.

Adit berseru, "Nu! Kalo aku dorong pintunya, ya kamu tarik! Kalo sama-sama didorong ya gak akan kebuka pintunya."

Danu menjawab, "Ya mana gua tahu dit, elu dorong atau narik. Kan gak keliatan, ketutup pintu."

"Kan pintunya kebuka ke dalem nu! Ya berarti aku dorong, kamu Tarik!"

Danu menyela, "Sabar-sabar dit. Kalo kita yang dobrak, nanti kita yang disalahin kalo pintunya rusak."

"Bener juga." Adit meletakkan tangannya di dagu.

Danu berkata, "Tinggal satu jalan keluar lagi." Danu dan Adit menengok ke atas bersama-sama.

Danu berseru, "Dit. Gua ada ide!"

"Gimana nu?"

"Tunggu bentar." Danu merangkai semua pakaian dan handuknya menjadi sebuah ikatan yang panjang seperti sebuah tali. Setelah rangkaian itu selesai, ia melemparkannya keluar melalui celah di atas bilik. "Oke. Lu pegang erat-erat!"

"Buat apa nu?"

"Buat jagain balon biar gak meletus! Ya buat gua manjat lah."

Adit memegangi baju-baju itu dengan erat. Terasa sesuatu menarik baju-baju itu. Adit berusaha menahan berat badan kawannya yang sangat berat. Danu sudah sampai di celah atas. Satu kakinya sudah berhasil keluar sedikit dari celah itu.

Adit menyadari sesuatu, "Nu. Kamu gak pake baju?"

"Kan baju gua di elu dit!"

"Maksudku, kamu gak pake baju SAMA SEKALI?"

"Kagak."

"SEMPAK PUN TIDAK?"

"NOPE!" Jawab Danu yakin.

Adit menghela nafas. "Oke. Biar aku gak perlu liat, aku pergi ya. Toh kamu udah hampir keluar."

"Jangan dit! Ini kalo gak ada yang bantuin turun, bisa jatoh gua. Lu mau bawa gua ke rumah sakit TANPA SEMPAK?"

"Terus gimana nu? Aku gak sanggup."

"Udah. Tahan aja dit. Toh kita kan saudara."

"Enggak nu. Momen aku melihat itu, kita berhenti jadi saudara."

"Ya udah. Demi persaudaraan kita, lu tutup mata sambil pegangin gua turun."

"Baiklah!"

Adit menutup matanya, lalu menjulurkan tangannya ke atas. Kedua tangannya kini menyentuh tubuh Danu. Danu akhirnya melompat turun perlahan. Danu bisa keluar dari bilik itu. Segera ia memakai pakaiannya kembali.

"Oke Dit. Lu bisa buka mata sekarang."

"Akhirnya bisa keluar juga. Udah yuk balik kamar."

"Oke." Mereka berdua melangkah keluar dari kamar mandi.

Adit bertanya, "Tadi beneran gak bisa dibuka kuncinya nu?"

"Gak bisa. Gua puter-puter gak bisa!"

"Emang kamu puter ke mana?"

"Ke kanan."

"Kan harusnya ke kiri nu!"

Perspektif KontraproduktifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang