8. Jangan Buang Sampah Sembarangan

32 1 0
                                    


Kalian tak akan pernah memahami arti sebuah benda sampai kalian kehilangannya. Tapi sekilas manusia bisa membedakan mana yang sampah dan mana yang bukan.

Buat Adit, cara membuang sampah permen karet yang benar adalah dengan membungkusnya dengan kertas yang membungkus permen itu sebelum dikunyah, lalu membuangnya ke tempat sampah. Melihat Danu yang berjalan pulang bersamanya sambil mengunyah permen karet, ia berharap sahabatnya juga akan melakukan hal yang sama. Danu kini berjalan sambil membaca tulisan yang ada di balik kertas permen karet itu. Waktu itu, masih banyak permen karet yang memberikan info menarik seperti nama-nama ibukota negara.

Danu berkata, "Dit. Kamu tahu apa ibu kota Kroasia?"

Adit menjawab, "Enggak nu."

Danu menjawab, "Lima."

"Lah. Lima itu ibukota Peru nu..."

"Empat. Tiga. Dua. Satu. Yak waktu habis!"

"Jawabannya apa nu?" Tanya Adit.

"Gua juga gak ngerti. Jawabannya kepotong di bagian bawah. Kagak keliatan." Kata Danu sambil menunjukkan kertas permen karetnya.

"Ya kirain tahu."

"Kadang orang nanya itu karena beneran gak tau dit!"

Beberapa detik kemudian, mulut Danu sudah bosan mengunyah permen karetnya. Ia menggumpalkan permen itu di mulutnya dan meludahkannya ke antara rerumputan di sebelah kanannya.

Adit protes dan menghentikan jalannya Danu, "Kog dibuang di situ sih nu?"

"Emangnya kenapa dit?"

"Ya gak boleh! Buang sampah itu di tempat sampah nu!"

Danu menoleh dan berkata, "Lu pernah ngelempar makanan ke kucing? Misalnya kalo lu lagi makan di warteg, ada tulangnya yang gak lu suka, lu buang aja ke bawah biar dimakan kucing. Pernah?"

"Pernah."

"Pertanyaan kedua. Permen manis gak?"

"Harusnya manis sih nu."

"Yaudah. Anggap aja gua lagi ngelempar makanan ke semut." Danu kembali berjalan.

Adit menghentikannya kembali. "Ya gak bisa gitu nu! Semut gak bisa makan permen karet. Manusia aja gak bisa."

"Manusia bisa dit. Dicernanya yang susah."

"Ya itu maksudku."

Danu menghela nafas. "Yaudah lah. Biarin aja di situ. Entar kan juga semut rame-rame ke sana. Dari sekian banyak semut masa gak ada yang punya ide gimana cara makannya?"

"Iya kalo dimakan semut nu! Kalo nempel doang selamanya di rumput-rumput gimana?"

"Lah. Lu kog bego sih dit?" Danu memegang pundak Adit. "Gini ya dit. Namanya permen karet. Karet. Itu berarti bahan dasarnya dari pohon karet. Artinya. Permen karet itu bahan organik. Kalau ada bahan organik jatuh ke tanah, itu justru bakal menyuburkan tanahnya dit."

Adit melepaskan pegangan Danu dan berkata, "Permen karet itu dari bahan kimia nu!"

"Organik! Namanya aja karet! Kalau kimia, namanya permen kimia atuh dit!"

Adit menggaruk kepalanya dan berkata, "Ah. Udah gak ngerti lagi aku sama kamu nu!"

"Sekarang mau lu apa?"

Adit menatap Danu tajam, "Nu. Kamu ambil permen itu, terus, kamu buang ke tempat sampah!"

"Ogah!"

"Ngeyel sih?"

"Gua gak mau jadi laki-laki yang menelan ludah sendiri dit."

"Kan gak ditelen nu. Diambil. Dibuang."

"Sama aja dit! Mau diambil, disimpen, dijadiin koleksi museum sejarah juga tetep aja. Itu termasuk menelan ludah sendiri. Gak laki!"

"Tapi laki-laki yang mencemarkan lingkungan juga gak laki nu!"

Danu mulai memahami masalahnya. "Oke gini deh dit. Lu pingin banget menghilangkan hal yang lu anggap kotoran itu kan?" Danu memberikan kertas pembungkusnya pada Adit. "Nih. Ambil sendiri!"

"La kog enak kamu nu? Kamu yang ngunyah kog aku yang buang?"

"Pertemanan emang harus bagi tugas gitu dit. Adil kan, satu-satu. Gua yang ngunyah, lu yang buang. Lu yang bikin tugas, gua yang nyontek. Gitu!"

"Ya gak bisa gitu lah nu!"

"Gini deh. Lu milih betengkar ama gua, atau lu bisa menyelamatkan bumi dengan cara membuang sampah pada tempatnya? Pilih mana?" Kata Danu sambil menyodorkan kertas pembungkusnya.

Adit berpikir sejenak. Lalu merebut kertas itu dan tanpa bicara ia segera berjongkok dan berusaha mengambil permen karet yang dibuang oleh Danu.

Sekitar satu meter dari tempat permen karet itu tergeletak, ada seekor katak yang tampaknya sedang menatap Adit dengan tatapan tajam. Adit takut sekali pada katak. Bisa dikatakan, ia punya trauma masa kecil terhadap katak. Walaupun Adit sangat cinta pada lingkungan dan berusaha menyelamatkan banyak hewan hampir punah dengan rajin menanda tangani petisi di internet, Adit masih yakin bahwa ia akan mengizinkan katak dan segala jenis spesiesnya untuk punah dari bumi.

Detik itu, Adit terpaku. Dalam benaknya, katak itu bisa kapan saja melompat ke arahnya. Dan ia tahu bahwa ketika katak itu melompat, ia akan berteriak sekeras mungkin.

Dikuasai oleh rasa takut dan keringat dingin yang sudah mulai menetes, Adit berdiri perlahan membelakangi Danu. Ia berkata, "Kali ini, aku kalah." Sedikit ia menoleh ke belakang untuk melihat Danu, lalu ia melanjutkan, "kubiarkan kau menang! Aku akan kembali pulang dan memaklumkan kekalahan ini!"

Adit segera berlari ke arah asrama. Ketakutannya membuat ia tak menoleh ke belakang. Ia sama sekali tidak mengizinkan Danu melihat ketakutannya.

Danu di lain pihak, menatap kosong permen karetnya sejenak. Lalu berpikir, "Mungkin sekarang kau belum mengerti. Suatu hari nanti, ketika sampah ini berubah menjadi sebuah pohon karet yang subur, barulah nanti kau akan mengerti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perspektif KontraproduktifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang