Tiga: Verifikasi

142 23 5
                                    

Surat verifikasi PPDB daring telah aku dapatkan. Ini adalah langkah awal memasuki SMAN Bintang. Sekalipun ini langkah awal, aku juga harus menunggu pengumuman penerimaan. Berhubung jalur reguler, pemeringkatan nilai ujian nasional tiap pendaftar adalah tahap mendebarkan dimana siswa dengan nilai ujian nasional terbaik yang bisa diterima. Batas akhirlah yang menentukan siapa saja yang berhak di SMAN Bintang.

Nilai ujian nasional siswa di kotamadya banyak yang besar. Bahkan banyak di antaranya yang menyentuh angka 39. Menurut isu yang beredar, ada mekanisme yang dilakukan oknum guru untuk memanipulasi lembar jawab ujian. Seingatku, beberapa siswa yang nilainya menyentuh angka 39 ini pernah aku kalahkan di Bintang Pelajar. Entahlah, mereka tidak seperti kami di kabupaten, yang begitu polos dan tidak terdapat intervensi nilai apalagi manipulasi.

Nilai ujian nasionalku adalah 37,05. Nilai yang cukup besar jika menilik sekolah dan kabupatenku. Dengan nilai begitu serta beberapa sertifikat perlombaan yang aku miliki, aku dijamin bisa memasuki ranah SMA favorit di kabupatenku. Tak hanya itu, beasiswa bisa dengan mudah aku dapatkan seperti kemarin. Tetapi, hal itu bisa berubah 180° jika aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah di luar administrasi wilayah.

Beberapa hal patut aku waspadai ketika mendaftar bersekolah di kota. Pertama, konon persaingan bersekolah di kota tidak hanya tentang otak, melainkan juga uang. Siapa yang mempunyai uang lebih banyak, bakal melenggang mulus. Kedua, banyak orang memanfaatkan jalur kuota keluarga miskin (gakin) meskipun ia termasuk keluarga mampu. Banyak di antaranya memiliki nilai ujian nasional yang pas-pasan. Ketiga, sekolah yang menjadi korban kedua modus ini adalah SMAN Bintang dan SMAN Surya. Aku menjadi was-was. Bagaimana jika aku menjadi korban kedua modus itu?

Menjelang pengumuman, aku mencoba meraba-raba posisiku. Jika menilik kapasitas sekolah, rasanya aku aman. Apalagi kuota siswa kabupaten diperbesar sehingga aku semakin optimis bisa lolos. Namun, ribuan orangtua yang ingin anaknya bersekolah di sana rela melakukan apa saja termasuk mengurus kartu gakin abal-abal.

Ibuku tak henti-hentinya berdoa. Bapakku semakin giat bekerja. Aku bahkan sering menelpon bapak hanya untuk menanyakan kabarnya. Aku hanya membantu sebisanya di rumah. Mencuci piring dan mengepel, itulah pekerjaanku. Pagi hingga malam.
Di tengah waktu-waktu tersebut aku kembali bicara dengan ibu. Ibu tengah menyetrika saat aku bicara. Aku duduk santai di ruang depan.

"Bu, apa ibu yakin Ilham akan bahagia bersekolah di sini."

"Ya iyalah, itukan pilihanmu nak. Ibu hanya bisa mendoakan," kata ibuku sambil membalikkan pakaian ke sisi lainnya.

"Tapi rasanya Ilham terlalu sombong untuk menolak beasiswa dari Provinsi."

"Bukan, selama ibu bersamamu kamu bukanlah orang yang suka menolak kebaikan. Berbeda dengan hal memilih. Kamu harus memilih satu diantara dua pilihan, bukan menerima dua-duanya." Ia menghentikan pekerjaannya sejenak, menoleh ke arahku.

"Ibu benar, Ilham bukan menerima. Ilham memilih. Pilihan harus sesuai dengan hati," aku mengangguk.

"Tapi ibu mau kamu bertanggungjawab atas pilihanmu." Aku terdiam sejenak kemudian tersenyum.

Pembicaraan berhenti, azan magrib berkumandang.

...

Tibalah pengumuman penerimaan. Sekitar pukul sembilan pagi, aku mengecek lewat laman SMAN Bintang. Berhubung desaku di pelosok, loading yang seharusnya beberapa detik, memuai jadi beberapa menit hingga beberapa jam. Aku bahkan harus mengklik berkali-kali tautan itu karena berkali-kali pula eror.

Setelah kira-kira dua puluh kali klik, akhirnya situs web itu terbuka. Kuklik menu PPDB, bagian reguler. Beberapa menit kemudian muncul hasilnya. Mulanya hanya tabel, kemudian muncul nama-namanya. Alhamdulilah aku berada di peringkat empat! Seorang yang bahkan pernah ragu dengan penerimaan ternyata masuk peringkat empat! Aku langsung mengucap syukur.

Catatan Harian IlhamulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang